BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 31 Desember 2010

bogor botanical garden (kebun raya bogor)

BOGOR BOTANICAL BOGOR (KEBUN RAYA BOGOR) 

Hai guys!Gimana liburan kalian?Hem,Semoga menyenangkan.Nah,kemarin aku habis dari BOGOR BOTANICAL GARDEN (KEBUN RAYA BOGOR) ini liputannya dan foto-foto nya dan ada sebagian foto pribadini silahkan dilihat ya! CHEK THIS OUT!  ^_^ 
Kebun Raya Bogor atau Kebun Botani Bogor adalah sebuah kebun botani besar yang terletak di Kota Bogor, Indonesia. Luasnya mencapai 87 hektare dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan.
Saat ini Kebun Raya Bogor ramai dikunjungi sebagai tempat wisata, terutama hari Sabtu dan Minggu. Di sekitar Kebun Raya Bogor tersebar pusat-pusat keilmuan yaitu Herbarium Bogoriense, Museum Zoologi Bogor, dan PUSTAKA.
Kebun Raya Bogor pada mulanya merupakan bagian dari 'samida' (hutan buatan atau taman buatan) yang paling tidak telah ada pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, 1474-1513) dari Kerajaan Sunda, sebagaimana tertulis dalam prasasti Batutulis. Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara benih benih kayu yang langka. Di samping samida itu dibuat pula samida yang serupa di perbatasan Cianjur dengan Bogor (Hutan Ciung Wanara). Hutan ini kemudian dibiarkan setelah Kerajaan Sunda takluk dari Kesultanan Banten, hingga Gubernur Jenderal van der Capellen membangun rumah peristirahatan di salah satu sudutnya pada pertengahan abad ke-18.
Pada awal 1800-an Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang mendiami Istana Bogor dan memiliki minat besar dalam botani, tertarik mengembangkan halaman Istana Bogor menjadi sebuah kebun yang cantik. Dengan bantuan para ahli botani, W. Kent, yang ikut membangun Kew Garden di London, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dalam bentuknya sekarang.

Monumen Olivia Raffles
Pada tahun 1814 Olivia Raffles (istri dari Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles) meninggal dunia karena sakit dan dimakamkan di Batavia. Sebagai pengabadian, monumen untuknya didirikan di Kebun Raya Bogor.
Ide pendirian Kebun Raya bermula dari seorang ahli biologi yaitu Abner yang menulis surat kepada Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen. Dalam surat itu terungkap keinginannya untuk meminta sebidang tanah yang akan dijadikan kebun tumbuhan yang berguna, tempat pendidikan guru, dan koleksi tumbuhan bagi pengembangan kebun-kebun yang lain.
Prof. Caspar Georg Karl Reinwardt adalah seseorang berkebangsaan Jerman yang berpindah ke Belanda dan menjadi ilmuwan botani dan kimia. Ia lalu diangkat menjadi menteri bidang pertanian, seni, dan ilmu pengetahuan di Jawa dan sekitarnya. Ia tertarik menyelidiki berbagai tanaman yang digunakan untuk pengobatan. Ia memutuskan untuk mengumpulkan semua tanaman ini di sebuah kebun botani di Kota Bogor, yang saat itu disebut Buitenzorg (dari bahasa Belanda yang berarti "tidak perlu khawatir"). Reinwardt juga menjadi perintis di bidang pembuatan herbarium. Ia kemudian dikenal sebagai seorang pendiri Herbarium Bogoriense.
Pada tahun 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen secara resmi mendirikan Kebun Raya Bogor dengan nama s'Lands Plantentuinte Buitenzorg. Pendiriannya diawali dengan menancapkan ayunan cangkul pertama di bumi Pajajaran sebagai pertanda dibangunnya pembangunan kebun itu, yang pelaksanaannya dipimpin oleh Reinwardt sendiri, dibantu oleh James Hooper dan W. Kent (dari Kebun Botani Kew yang terkenal di Richmond, Inggris).
Sekitar 47 hektare tanah di sekitar Istana Bogor dan bekas samida dijadikan lahan pertama untuk kebun botani. Reinwardt menjadi pengarah pertamanya dari 1817 sampai 1822. Kesempatan ini digunakannya untuk mengumpulkan tanaman dan benih dari bagian lain Nusantara. Dengan segera Bogor menjadi pusat pengembangan pertanian dan hortikultura di Indonesia. Pada masa itu diperkirakan sekitar 900 tanaman hidup ditanam di kebun tersebut.
Pada tahun 1822 Reinwardt kembali ke Belanda dan digantikan oleh Dr. Carl Ludwig Blume yang melakukan inventarisasi tanaman koleksi yang tumbuh di kebun. Ia juga menyusun katalog kebun yang pertama berhasil dicatat sebanyak 912 jenis (spesies) tanaman. Pelaksanaan pembangunan kebun ini pernah terhenti karena kekurangan dana tetapi kemudian dirintis lagi oleh Johannes Elias Teysmann (1831), seorang ahli kebun istana Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch. Dengan dibantu oleh Justus Karl Hasskarl, ia melakukan pengaturan penanaman tanaman koleksi dengan mengelompokkan menurut suku (familia).
Teysmann kemudian digantikan oleh Dr. Rudolph Herman Christiaan Carel Scheffer pada tahun 1867 menjadi direktur, dan dilanjutkan kemudian oleh Prof. Dr. Melchior Treub.
Pendirian Kebun Raya Bogor bisa dikatakan mengawali perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Dari sini lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan lain, seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium Bogoriense (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium Treub (1884), dan Museum dan Laboratorium Zoologi (1894).
Pada tanggal 30 Mei 1868 Kebun Raya Bogor secara resmi terpisah pengurusannya dengan halaman Istana Bogor.
Pada mulanya kebun ini hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan ke Hindia-Belanda (kini Indonesia). Namun pada perkembangannya juga digunakan sebagai wadah penelitian ilmuwan pada zaman itu (1880 - 1905).
Kebun Raya Bogor selalu mengalami perkembangan yang berarti di bawah kepemimpinan Dr. Carl Ludwig Blume (1822), JE. Teijsmann dan Dr. Hasskarl (zaman Gubernur Jenderal Van den Bosch), J. E. Teijsmann dan Simon Binnendijk, Dr. R.H.C.C. Scheffer (1867), Prof. Dr. Melchior Treub (1881), Dr. Jacob Christiaan Koningsberger (1904), Van den Hornett (1904), dan Prof. Ir. Koestono Setijowirjo (1949), yang merupakan orang Indonesia pertama yang menjabat suatu pimpin lembaga penelitian yang bertaraf internasional.
Pada saat kepemimpinan tokoh-tokoh itu telah dilakukan kegiatan pembuatan katalog mengenai Kebun Raya Bogor, pencatatan lengkap tentang koleksi tumbuh-tumbuhan Cryptogamae, 25 spesies Gymnospermae, 51 spesies Monocotyledonae dan 2200 spesies Dicotyledonae, usaha pengenalan tanaman ekonomi penting di Indonesia, pengumpulan tanam-tanaman yang berguna bagi Indonesia (43 jenis, di antaranya vanili, kelapa sawit, kina, getah perca, tebu, ubi kayu, jagung dari Amerika, kayu besi dari Palembang dan Kalimantan), dan mengembangkan kelembagaan internal di Kebun Raya yaitu:
Kebun Raya Bogor sepanjang perjalanan sejarahnya mempunyai berbagai nama dan julukan, seperti
  • s'Lands Plantentuin
  • Syokubutzuer (zaman Pendudukan Jepang)
  • Botanical Garden of Buitenzorg
  • Botanical Garden of Indonesia
  • Kebun Gede
  • Kebun Jodoh
DIREKTUR BOGOR BOTANICAL GARDEN (KEBUN RAYA BOGOR)
KOLEKSI POHON DAN TUMBUHAN BOGOR BOTANICAL GARDEN(KEBUN RAYA BOGOR):
  • Salah satu daya tarik utama Kebun Raya Bogor adalah bunga bangkai (Amorphophalus titanum) karena saat-saat mendekati mekar akan mengeluarkan bau bangkai yang menyengat. Bunga ini dapat mencapai tinggi 2m dan merupakan bunga majemuk terbesar di dunia tumbuhan.
  • Pohon kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang masih hidup sampai sekarang.
PERISTIWA di BOGOR BOTANICAL GARDEN (KEBUN RAYA BOGOR)

Penanaman Bunga Bangkai

  • Pada tanggal 19 Desember 1992, ditanamlah bunga bangkai jenis bunga bangkai Amorphophalus titanum Becc. (Araceae atau suku talas-talasan). Bunga ini berasal dari Muara Aimat - Jambi, dengan berat umbi 30 kg.
  • Pada tanggal 5 Februari 1994, muncul tunas bunga, kemudian pada tanggal 9 Maret 1994 tingginya telah mencapai 1 meter. Lima hari kemudian tinggi tanaman ini bertambah menjadi 1,5 meter. Karena tanaman ini termasuk langka, maka tanaman ini termasuk salah satu tanaman yang dilindungi dan dikembangbiakkan.
 

[sunting] Tugu Peringatan Reinwardt


Tugu Peringatan Reinwardt
Pada 16 Mei 2006, memperingati 189 tahun Kebun Raya Bogor (KRB), Kedutaan Besar Jerman bersama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), meresmikan Tugu Peringatan Reinwardt di dalam kompleks kebun. Monumen sederhana di seberang kolam depan Istana Bogor tersebut diresmikan oleh Kepala LIPI Umar Anggara Jenie dan Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Joachim Broudré-Gröger.
Peringatan ulang tahun ini juga dimeriahkan dengan acara "ASEAN-China Workshop Botanical Garden on Management and Plant Conservation". Selain Cina, kegiatan ini diikuti oleh negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Laos, Kamboja, Thailand, Myanmar, dan Vietnam. Lokakarya itu bertujuan untuk meningkatkan kerja sama di bidang perkebunan dan konservasi tumbuhan di kawasan ASEAN-Tiongkok.
Puncak acara peringatan ulang tahun ditandai dengan penanaman bibit pohon oleh sepuluh Menteri Lingkungan Hidup ASEAN yang hadir dalam rangka acara "ASEAN Environmental Year" di Indonesia. Acara tersebut merupakan yang ketiga kalinya setelah yang pertama di Brunei Darussalam pada 2000 dan yang kedua di Kamboja pada 2003 [1][2]

[sunting] Rusak akibat badai

Pada 1 Juni 2006 sekitar pukul 20.00-20.30 WIB, sebanyak 124 pohon di Kebun Raya Bogor yang banyak di antaranya berusia di atas 100 tahun tumbang akibat angin kencang dan badai. Berkaitan dengan itu, kebun raya ditutup untuk umum minimal selama satu pekan guna pembenahan pohon-pohon tumbang tersebut.
Kerusakan yang terjadi di Kebun Raya Bogor (KRB) sangat memprihatinkan. Kerusakan bukan hanya beberapa bidang pagar besi roboh tertimpa pohon, atau belasan pohon tumbang yang terlihat dari jalan raya yang mengitari KRB, tetapi juga kondisi di dalam KRB.
Areal kebun dekat pintu coklat Istana Bogor, yang tidak terlihat dari jalan raya, porak-poranda. Pohon-pohon yang diameternya 50 sentimeter dan tingginya 30-50 meter roboh, rebah malang melintang di tanah dan jalan-jalan di dalam KRB. Di antaranya ada pohon yang diameter pangkalnya sampai satu meter lebih tumbang, tercerabut dengan akar-akarnya.
Kerugian material KRB mencapai miliaran rupiah, sementara kerugian imaterial tidak dapat dihitung karena semua pohon koleksi dan usianya sudah sangat tua [3][4][5]

[sunting] Korban

  • Pada 4 Juli 2005 Mediana Nurcahyani yang berumur 8 tahun tewas[6] dan 11 kerabat lainnya luka-luka tertimpa batang randu (kapuk) ketika sedang berpiknik dan makan siang dibawah pohon di dalam Kebun Raya tersebut.

[sunting] Pembangunan dan pembongkaran landasan helikopter

  • Pada tanggal 20 November 2006 pemerintah Bogor menyambut kedatangan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush, yang akan mendarat menggunakan helikopter dengan membangun landasan helikopter pada daerah serapan air di kebun raya bogor. Landasan ini akhirnya tidak dipakai karena helikopter yang membawa Presiden AS mendarat di tempat lain. Daerah disekitar landasan juga dipasangi CCTV. Kini landasan helikopter ini telah dibongkar karena tidak sesuai dengan lansekap Kebun Raya Bogor.

[sunting] Kunjungan


Peta Kebun Raya Bogor
  • Pada hari Minggu dan hari libur kebun raya sangat ramai dengan pengunjung
  • Kebun Raya Bogor dibuka setiap hari dari jam 8 pagi hingga jam 5 sore.
  • Harga tanda masuk Rp.9500
  • Mobil Roda 4 Rp. 15.000 dan Motor Rp. 3000
  • Pintu gerbang utama ada di sebelah Selatan, sedangkan pintu-pintu yang lain hanya dibuka pada hari Minggu dan libur.
  • Untuk masuk ke rumah anggrek di dalam KBR, penungunjung dikenakan tambahan Rp.1000.
 RYO n CHACHA kasih makan rusa yuk!!









Photobucket

Senin, 20 Desember 2010

lovely blogs: sejarah sri krishna

lovely blogs: sejarah sri krishna: "Bila Parikshit mengunjungi wilayah mana saja, para penguasa dan raja wilayah itu siap menyambutnya dengan penuh semangat, dengan penghormata..."

lovely blogs: Surakarta Juga Menuntut menjadi Daerah Istimewa

lovely blogs: Surakarta Juga Menuntut menjadi Daerah Istimewa: "Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengatakan persoalan keinginan sebuah daerah ingin menjadi daerah istimewa, kewenang..."

Surakarta Juga Menuntut menjadi Daerah Istimewa

Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengatakan persoalan keinginan sebuah daerah ingin menjadi daerah istimewa, kewenangannya ada di pemerintah pusat. Begitu juga, kalau ada kehendak dari krabat Kraton Surakarta untuk membentuk Daerah Istimewa Surakarta, di bekas wilayah kerajaan tersebut, tuturnya.
''Saya tak bisa punya komentar (tentang keinginan itu), karena itu adalah urusan pemerintah pusat,'' kata Sultan Sabtu (19/12), saat ditemui usai menghadiri peringatan Dies Natalis ke-60 UGM di Kampus Bulaksumur, Sleman.
Berkaitan dengan daerah istimewa tersebut, kata Sultan lagi, semuanya menjadi urusan pemerintah pusat.''RUUK DI Yogyakarta (Rancangan Undang-undang Keistimewan) DIY juga urusan pemerintah pusat,'' katanya.
Bukankah kerabat Kraton Surakarta minta dukungan Sultan untuk rencana pembentukan DI Surakarta ini? Sultan menjawab sampai saat ini ia kembali mengatakan permasalahannya adalah urusan pemerintah pusat. Sultan juga mengaku ia belum mempelajari apakah secara historis, apakah krabat Kraton Surakarta berhak menuntut pembentukan DI Surakarta di bekas wilayah Kraton Surakarta.
''Enggak tahu saya, itu kan urusan pemerintah pusat,'' katanya.''RUUK DIY saja belum jadi. Jadi saya tak punya komentar. Jadi terserah pemerintah pusat saja apa keputusannya.''
Sultan sendiri mengaku ia belum tahu apakah sudah ada permintaan resmi dari kerabat Kraton Surakarta, agar Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta bersama-sama mengurus permasalahan keistimewaan daerah masing-masing. ''Wah itu, saya tak tahu,'' kata Sultan HB X, yang juga Gubernur Provinsi DI Yogyakarta.
Bukankah krabat Surakarta sudah resmi mengirim surat meminta dukungan Sultan. ''Enggak. (Saya) belum ketemu,'' jawabnya.
Sebelumnya, rencana krabat Kraton Surakarta akan mengurus kembali agar daerah bekas kerajaan itu bisa kembali menjadi daerah istimewa disampaikan GRAy Koesmoertiyah, salah satu putri almarhum Paku Buwono XII, raja di Kraton Surakarta.
Bahkan, kata Gusti Koes, untuk menggalang dukungan untuk pembentukan DI Surakarta, krabat Kraton Surakarta akan silaturahmi menemui Sultan Hamengku Buwono X dalam rangka meneguhkan keberadaan daerah istimewa.
''Kami akan sowan ke Sultan (Hemengku Buwono X),'' kata Gusti Moeng, saat berbicara pada diskusi tentang kemungkinan menghidupkan kembali Daerah Istimewa Surakara, Kamis lalu (16/12) di Pusat Studi Kawasan Pedesaan- UGM.Tentang sejarah bahwa DI Surakarta pernah ada, kata Gusti Moeng, tak dapat terbantahkan.
Ia bahkan mengatakan secara yuridis, daerah istimewa dijamin oleh konstitusi. (Jika dibentuk) DI Surakarta bukan seperti daerah pemekaran, tapi berada di wilayah eks Karasidengan Surakarta,'' kata Gusti Moeng.
Menurut dia, sebenarnya DI Surakarta sudah terbentuk sejak awal kemerdekan RI, tinggal membuat undang-undangnya.''Sejarahnya tak berbeda dengan pembentukan DI Yogyakarta,'' kata dia.
Ia mengatakan pementukan DI Surakarta dimulai dengan keluarnya maklumat dari Paku Buwono XII 1 September 1945, yang mengatakan Kraton Surakarta bergabung dengan NKRI dan menjadi daerah istimewa di dalam NKRI.
Dalam maklumat ini, PB XII mengatakan bahwa Negeri Surakarta yang bersifat kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia dan berdiri di belakang Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia.Disebutkannya juga bahwa hubungan Negeri Surakarta dengan Pemerintah Pusat bersifat langsung.
Selanjutnya, terhadap maklumat Paku Buwono XII itu, Presiden Soekarno pada 19 Agustus 1945 mengeluarkan piagam kedudukan kepada Paku Buwono XII.
Gusti Moeng juga menjelaskan sebelum maklumat itu keluar, pada sidang PPKI 19 Agustus 1945 telah membagi Indonesia terdiri atas delapan provinsi, Jabar, Jateng, Jatim, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Sunda Kecil dan dua Daerah Istimewa Surakarta dan Jogjakarta.
'Selain itu, katanya, keberadaan daerah istimewa ini juga disebukan dalam UUD 1948, baik sebelum UUD itu diamandemen (pasal 18), begitu juga setelah UUD ini diamandemen (pasal 18 huruf b). ''Jadi dasar hukumnya kuat dan tak mengada-ada,'' tuturnya.
Hanya saja perjalanan DI Surakarta dan DI Yogyakarta belakangan berbeda, karena di daerah Surakarta selanjutnya terjadi pergolakan politik.
Saat itu, kata dia, perkembangan DI Surakarta mengalami gangguan akibat gerakan oposisi kelompok kiri yang dimotori Tan Malaka, sehingga Surakarta dinyatakan dalam keadaan darurat.
Untuk menanggulangi kekecauan itu, PB XII lalu membuat perjanjian politik dengan pemerintah pusat, yang dilanjutkan dengan keluarnya PP No 16/SD tahun 1946.
Dalam PP itu ada janji bahwa untuk sementara kekuasaan DI Surakarta diserahkan kepada pemerintah pusat. Dan bila kekacauan sudah tertanggulangi, maka pemerintah pusat akan mengembalikan lagi kekuasaan itu kepada pemerintah DI Surakarta.
Begitulah, kata Gusti Moeng, sampai saat ini pemerintah pusat belum memenuhi janjinya itu, yakni mengembalikan status DI Surakarta, dengan sekaligus membuat undang-undang tentang Daerah Istimewa Surakarta. 
Usai berlangsung demo besar-besaran yang menuntut Keistimewaan Yogyakarta, kondisi telah berlangsung normal. Polemik Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta juga memicu Surakarta ingin menjadi Daerah Istimewa.

Puluhan demonstran yang mengenakan blangkon berunjuk rasa di Kawasan Wisata Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Spanduk merah putih bertuliskan "Amanat pasal 18 UUD 1945 Kembalikan Provinsi Daerah Istimewa Surakarta Sesuai Maklumat 1 September 1945" terbentang. Alunan lagu Jawa pun mengumandang, Selasa (14/12). 

Sementara, mengenai Keistimewaan Yogyakarta, dukungan masih muncul dari berbagai pihak, meski Sidang Paripurna DPRD Yogyakarta telah menghasilkan sikap politik [baca: DPRD DIY Setujui Mekanisme Penetapan Gubernur]. Namun sikap ini tak menjamin pemerintah akan mendengarkan. Pemerintah malah beranggapan, DPRD tak punya kewenangan mengubah pembahasan RUUK.

Para wakil rakyat di DPRD DIY kemarin menentukan sikapnya terkait mekanisme pemilihan gubernur DIY. Sebanyak enam fraksi menyetujui mekanisme penetapan Sri Sultan Hamengkubuwono X dan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY. Hanya Fraksi Partai Demokrat yang tidak menyatakan sikap.

Sikap yang sama ditunjukkan ratusan ribu masyarakat Yogyakarta yang kemarin turun ke jalan. Mereka menentang usulan pemerintah agar gubernur dan wakil gubernur DIY dipilih secara langsung. Sebagaian masyarakat lainnya mengibarkan bendera setengah tiang sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah [baca:Bendera Setengah Tiang Dikibarkan di Yogya].

Menurut menteri dalam negeri, DPRD tidak memiliki kewenangan untuk mengubah isi RUUK DIY. Mendagri juga menganggap aksi massa yogyakarta ini tidak mewakili masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan.


Photobucket

Minggu, 12 Desember 2010

sejarah sri krishna

Bila Parikshit mengunjungi wilayah mana saja, para penguasa dan raja wilayah itu siap menyambutnya dengan penuh semangat, dengan penghormatan sipil dan militer yang sesuai. Mereka menyatakan selalu siap mengabdi dengan setia, apapun juga jenis pelayanan yang dikehendakinya dari mereka. Parikshit menjawab bahwa ia tidak memerlukan pelayanan mereka bahwa ia hanya ingin agar mereka mengembangkan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyat yang dipercayakan kepada mereka. Ia menasehati mereka agar memberi perhatian khusus pada perlindungan bagi kaum brahmin serta wanita dan agar merka dilindungi dari marabahaya. Ia menghimbau agar mereka membantu mengembangkan ibadat kepada Tuhan di seluruh wilayah kekuasaan mereka. Hanya itulah permintaan yang diajukannya kepada para raja taklukannya.

Di beberapa wilayah yang penting dalam kemaharajaannya, penduduk mempersembahkan pertunjukan lagu-lagu rakyat yang mengisahkan kemasyhuran dan keperkasaan nenek moyangnya; mereka menyanyikan keberanian dan keunggulan Pandawa bersaudara. Kidung ini menyanjung-nyanjung belas kasih dan rahmat yang dilimpahkan Sri Krishna kepada Pandawa bersaudara dan hormat bakti serta kepercayaan Pandawa kepada Sri Krishna sepanjang waktu. Mereka juga memainkan drama rakyat, memerankan Pandawa serta Kaurawa dengan Krishna di antaranya, mengungkapkan kisah yang telah Beliau rencanakan dengan mereka sebagai alatnya.

Ketika Parikshit mendengar nyanyian ini dan menyaksikan pementasan tersebut, air mata mengalir di pipinya, walau ia berusaha keras mengendalikan emosinya. Para penyanyi, penutur cerita, aktor dan penyelenggara pertunjukan semuanya mendapati bahwa maharaja mereka hanya terpikat pada drama dan nyanyian yang memiliki tema-tema ini, maka mereka tidak lagi mencari bahan-bahan pertunjukan yang lain dan hanya memusatkan perhatian pada sejarah Dinasti Parikshit serta rahmat luar biasa Sri Krishna yang menyelamatkannya pada setiap langkah. Maharaja mendengarkannya dengan penuh hormat dan duduk dengan penuh minat hingga pertunjukan selesai. Rasa terimakasihnya juga diperlihatkannya dengan berbagai cara lain. Parikshit amat senang; para menteri dan sesepuh menegaskan bahwa cerita pertunjukan itu benar. Mendengar pernyataan itu, kepercayaan serta baktinya meningkat; ia lebih sering lagi mencari kesempatan ini dan lebih menikmatinya. Ia memperlakukan para penyelenggara pertunjukan dan pemain musik dengan penuh kasih sayang dan menghormati mereka dengan hadiah yang melimpah.

Ketika tersebar kabar bahwa Parikshit berkenan mendengar kidung tentang leluhurnya dan tentang Sri Krishna, orang-orang yang memiliki pengalaman pribadi tentang hal ini mengerumuninya kemanapun ia pergi. Mereka ingin melihat seorang maharaja yang demikian penuh bakti.

Pada suatu hari, ketika Parikshit kembali dari Mathura, ada seorang brahmin tua berdiri di tepi jalan diantara orang-orang lain untuk menarik perhatian sang penguasa. Maharaja tidak mengabaikannya. Beliau mendekati lelaki lanjut usia itu dan menanyakan kesejahteraannya dengan penuh kasih. Brahmin itu berkata, “Maharaja! Bertahun-tahun yang lalu ketika kakek Paduka, Dharmaraja menyelenggarakan pengurbanan kuda dalam kehadiran suci Sri Krishna, saya memimpin sebagai pendeta kepala (ritwik) yang melangsungkan upacara. Pada kesempatan itu Sri Krishna mendekati saya dan menanyakan kesejahteraan saya dengan kasih sayang seperti yang kini Paduka perlihatkan kepada saya. Kata-kata Maharaja membuat saya terkenang pada ucapan Sri Krishna. Selanjutnya perkataan brahmin tersebut dikaburkan oleh isak tangisnya. Mendengar ini Parikshit berseru, Oh, langkah beruntungnya anda! Diajak bicara oleh Bhagawan di Yajnasala!” Ditanggalkannya kain yang tersampir di bahunya kemudian diletakkannya terlipat di tanah, dimintanya brahmin tua itu agar duduk santai beralaskan kain itu dan menceritakan lebih banyak lagi pengalamannya dengan Sri Krishna di Yajnasala serta tempat-tempat lain.

Pria uzur itu berkata lemah, “Hati saya hancur tidak mampu menanggung kesedihan karena kesalahan yang saya lakukan hari itu,” lalu ia menangis. Maharaja bertanya, “Bapak Pendeta, kesalahan apakah itu? Bila Bapak tidak keberatan, saya ingin mengetahuinya.” Sambil memegang kedua tangan brahmin tua itu dalam tangannya, Parikshit mohon agar ia menceritakan pengalamannya.

Brahmin itu menjawab, “Pada hari itu, kami semua yang sudah ditahbiskan menjadi pendeta untuk melangsungkan yajna, mengenakan pakaian suci yang dianugerahkan kepada kami, lalu masuk ke wilayah yang telah disucikan. Kemudian Sri Krishna duduk pada papan emas di depan piring emas dan menuangkan air dari bejana emas pada… tidak, saya tidak dapat melanjutkan cerita ini… saya tidak menemukan perkataan yang tepat.” Pria uzur itu menangis terisak-isak tidak mampu melanjutkan kisahnya.

Berhentinya penuturan kisah ini justru ketika mencapai bagian yang penting hanya menambah rasa ingin tahu Maharaja. Ia memohon, “Apa yang terjadi, Bapak Pendeta? Beritahukanlah kepada saya.” Brahmin itu memberanikan diri mematuhinya, “Oh, Maharaja, apa yang akan saya katakan? Kami para ritwik diminta agar meletakkan kaki kami pada piring emas itu kemudian Bhagawan membasuh kaki kami masing-masing. Setelah itu Beliau mengeringkan kaki kami dengan kain yang tersampir di bahu Beliau. Beliau memercikan air dari kaki kami pada kepala Beliau. Karena saya adalah pendeta kepala, Beliau berkonsultasi dengan saya mengenai segala rincian upacara. Akhirnya pada hari terakhir ketika persembahan penutup dimasukkan kedalam api pengurbanan, Beliau menganugerahkan penampakan diri Beliau kepada kami, dengan sangkha, cakra, dan gada dalam tangan Beliau. Penampakan itu membebaskan kami semua dari belenggu keduniawian untuk selama-lamanya. Kini karena Bhagawan yang penuh belas kasih sudah jauh dari kita, saya merasa bahwa dengan melihat Paduka sekarang ini keadaan saya ibarat orang malang yang sekarat kehausan di padang pasir, kemudian mengecap beberapa tetes air yang menyegarkan.”

Brahmin itu menyudahi ceritanya kemudian sambil memegang tangan Parikshit, ia menaburkan sejumlah beras yang sudah disucikan pada kepala sang Maharaja. Beras itu diambilnya dari bundelan kecil yang disimpulkan pada ujung sarungnya. Parikshit menerima berkat itu dan berkata, “Bapak Pendeta! Saya sungguh beruntung. Walau saya tidak dapat melihat Bhagawan Sri Krishna secara pribadi, hari ini saya memperoleh kemujuran karena dapat melihat kaki yang telah Beliau hormati,” sambil berkata begitu ia bersujud pada kaki brahmin lanjut usia tersebut. Dipanggilnya para menteri ke dekatnya dan diperintahkannya mereka agar brahmin itu ditempatkan pada pelangkin kemudian diantarkan pulang. Ia juga menganugerahkan banyak hadiah serta harta yang berharga.





Photobucket

Kamis, 09 Desember 2010

budaya wayang

Abiyasa atau Byasa (Sansekerta: Vyāsa) (dalam pewayangan disebut Resi Abyasa) adalah figur penting dalam agama Hindu. Beliau juga bergelar Weda Wyasa (orang yang mengumpulkan berbagai karya para resi dari masa sebelumnya, membukukannya, dan dikenal sebagai Weda. Beliau juga dikenal dengan nama Krishna Dwaipayana. Beliau adalah filsuf, sastrawan India yang menulis epos terbesar di dunia, yaitu Mahabharata. Sebagian riwayat hidupnya diceritakan dalam Mahabharata. Dalam Mahabharata, dapat diketahui bahwa orangtua Resi Byasa adalah Bagawan Parasara dan Dewi Satyawati (alias Durgandini atau Gandhawati).

Kelahiran

Dalam kitab Mahabharata diketahui bahwa orangtua Byasa adalah Resi Parasara dan Satyawati. Diceritakan bahwa pada suatu hari, Resi Parasara berdiri di tepi Sungai Yamuna, minta diseberangkan dengan perahu. Satyawati menghampirinya lalu mengantarkannya ke seberang dengan perahu. Di tengah sungai, Resi Parasara terpikat oleh kecantikan Satyawati. Satyawati kemudian bercakap-cakap dengan Resi Parasara, sambil menceritakan bahwa ia terkena penyakit yang menyebabkan badannya berbau busuk. Ayah Satyawati berpesan, bahwa siapa saja lelaki yang dapat menyembuhkan penyakitnya boleh dijadikan suami. Mendengar hal itu, Resi Parasara berkata bahwa ia bersedia menyembuhkan penyakit Satyawati. Karena kesaktiannya sebagai seorang resi, Parasara menyembuhkan Satyawati dalam sekejap.
Setelah lamaran disetujui oleh orangtua Satyawati, Parasara dan Satyawati melangsungkan pernikahan. Kedua mempelai menikmati malam pertamanya di sebuah pulau di tengah sungai Yamuna, konon terletak di dekat kota Kalpi di distrik Jalaun di Uttar Pradesh, India. Di sana Resi Parasara menciptakan kabut gelap nan tebal agar pulau tersebut tidak dapat dilihat orang. Dari hasil hubungannya, lahirlah seorang anak yang sangat luar biasa. Ia diberi nama Krishna Dwaipayana, karena kulitnya hitam (krishna) dan lahir di tengah pulau (dwaipayana). Anak tersebut tumbuh menjadi dewasa dengan cepat dan mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang resi.

Weda Wyasa

Umat Hindu memandang Krishna Dwaipayana sebagai tokoh yang membagi Weda menjadi empat bagian (Catur Weda), dan oleh karena itu ia juga memiliki nama Weda Wyasa yang artinya “Pembagi Weda”. Kata Wyasa berarti “membelah”, “memecah”, “membedakan”. Dalam proses pengkodifikasian Weda, Wyasa dibantu oleh empat muridnya, yaitu Pulaha, Jaimini, Samantu, dan Wesampayana.

Telah diperdebatkan apakah Wyasa adalah nama seseorang ataukah kelas para sarjana yang membagi Weda. Wisnupurana memiliki teori menarik mengenai Wyasa. Menurut pandangan Hindu, alam semesta adalah suatu siklus, ada dan tiada berulang kali. Setiap siklus dipimpin oleh beberapa Manu, satu untuk setiap Manwantara, yang memiliki empat zaman, disebut Catur Yuga (empat Yuga). Dwapara Yuga adalah Yuga yang ketiga. Purana (Buku 3, Ch 3) berkata:
Dalam setiap zaman ketiga (Dwapara), Wisnu, dalam diri Wyasa, untuk menjaga kualitas umat manusia, membagi Weda, yang seharusnya satu, menjadi beberapa bagian. Mengamati terbatasnya ketekunan, energi, dan dengan wujud yang tak kekal, ia membuat Weda empat bagian, sesuai kapasitasnya; dan raga yang dipakainya, dalam menjalankan tugas untuk mengklasifikasi, dikenal dengan nama Wedawyasa

Tokoh Mahabharata

Selain dikenal sebagai tokoh yang membagi Weda menjadi empat bagian, Byasa juga dikenal sebagai penulis (pencatat) sejarah dalam Mahabharata, namun ia juga merupakan tokoh penting dalam riwayat yang disusunnya itu. Ibunya (Satyawati) menikah dengan Santanu, Raja Hastinapura. Dari perkawinannya lahirlah Citrānggada dan Wicitrawirya. Citrānggada gugur dalam suatu pertempuran, sedangkan Wicitrawirya wafat karena sakit. Karena kedua pangeran itu wafat tanpa memiliki keturunan, Satyawati menanggil Byasa agar melangsungkan suatu yajña (upacara suci) untuk memperoleh keturunan. Kedua janda Wicitrawirya yaitu Ambika dan Ambalika diminta menghadap Byasa sendirian untuk diupacarai.

Sesuai dengan aturan upacara, pertama Ambika menghadap Byasa. Karena ia takut melihat wajah Byasa yang sangat hebat, maka ia menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, Byasa berkata bahwa anak Ambika akan terlahir buta. Kemudian Ambalika menghadap Byasa. Sebelumnya Satyawati mengingatkan agar Ambalika tidak menutup mata supaya anaknya tidak terlahir buta seperti yang terjadi pada Ambika. Ketika Ambalika memandang wajah Byasa, ia menjadi takut namun tidak mau menutup mata sehingga wajahnya menjadi pucat. Byasa berkata bahwa anak Ambalika akan terlahir pucat. Anak Ambika yang buta bernama Dretarastra, sedangkan anak Ambalika yang pucat bernama Pandu. Karena kedua anak tersebut tidak sehat jasmani, maka Satyawati memohon agar Byasa melakukan upacara sekali lagi. Kali ini, Ambika dan Ambalika tidak mau menghadap Byasa, namun mereka menyuruh seorang dayang-dayang untuk mewakilinya. Dayang-dayang itu bersikap tenang selama upacara, maka anaknya terlahir sehat, dan diberi nama Widura.
Ketika Gandari kesal karena belum melahirkan, sementara Kunti sudah memberikan keturunan kepada Pandu, maka kandungannya dipukul. Kemudian, seonggok daging dilahirkan oleh Gandari. Atas pertolongan Byasa, daging tersebut dipotong menjadi seratus bagian. Lalu setiap bagian dimasukkan ke dalam sebuah kendi dan ditanam di dalam tanah. Setahun kemudian, kendi tersebut diambil kembali. Dari dalamnya munculah bayi yang kemudian diasuh sebagai para putera Dretarastra.

Byasa tinggal di sebuah hutan di wilayah Kurukshetra, dan sangat dekat dengan lokasi Bharatayuddha, sehingga ia tahu dengan detail bagaimana keadaan di medan perang Bharatayuddha, karena terjadi di depan matanya sendiri. Setelah pertempuran berakhir, Aswatama lari dan berlindung di asrama Byasa. Tak lama kemudian Arjuna beserta para Pandawa menyusulnya. Di tempat tersebut mereka berkelahi. Baik Arjuna maupun Aswatama mengeluarkan senjata sakti. Karena dicegah oleh Byasa, maka pertarungan mereka terhenti.

Penulis Mahabharata

Pada suatu ketika, timbul keinginan Resi Byasa untuk menyusun riwayat keluarga Bharata. Atas persetujuan Dewa Brahma, Hyang Ganapati (Ganesha) datang membantu Byasa. Ganapati meminta Wyasa agar ia menceritakan Mahabharata tanpa berhenti, sedangkan Ganapati yang akan mencatatnya. Setelah dua setengah tahun, Mahabharata berhasil disusun. Murid-murid Resi Byasa yang terkemuka seperti Pulaha, Jaimini, Sumantu, dan Wesampayana menuturkannya berulang-ulang dan menyebarkannya ke seluruh dunia.

dari MP Widi Rahtomo

Nama Lain : Kresna Dwipayana, Rancakaprawa, Sutiknaprawa, Wiyasa

Nama Ayah : Begawan Palasara

Nama Ibu : Satyawati

Saudara tiri : Bisma, Citrānggada, Wicitrawirya

Saudara yg lain  : Bimakinca, Kencarupa, Rajamala, Rekatawati, Rupakenca, Setatama

Nama Istri : Ambika, Ambalika, Datri

Nama Anak : Destarata, Pandu, Yamawidura

Tempat Tinggal : Sapta Arga

Riwayat hidup :

Begawan Abiyasa lahir di sebuah pulau Alas Gajah Oya, yang kemudian menjadi Astinapura. Ceritanya, ketika Begawan Palasara tapabrata, datanglah bidadari untuk mengganggunya, namun tidak berhasil. Kemudian Betara Guru menyuruh Betara Narada untuk berubah menjadi burung dan mengganggu Sang Begawan. Burung tersebut membuat sangkar dan beranak di atas kepala Sang Begawan, tapi kemudian burung itu pergi. Sang Begawan Palasara merasa kasihan pada anak burung yang ditinggal dan mencari induk burung yang meninggalkan anaknya. Sampailah Begawan Palasara di tepi Sungai Gangga. Ia melihat Dewi Durgandini dan memintanya untuk mengantar ia menyebrang. Di perahu itu terjadi percakapan dan tahulah bahwa Dewi Durgandini menderita penyakit, yaitu bau amis di sekujur tubuhnya. Begawan Palasara sanggup menyembuhkannya. Menikahlah Begawan Palasara dan Dewi Durgandini. Kemudian lahir Sang Abiyasa. Setelah kelahiran Abiyasa, bau amis hilang dan Dewi Durgandini berganti nama menjadi Dewi Setyawati. Begawan Palasara mengubah alat-alat untuk melahirkan menjadi Bimakinca, Kencarupa, Rajamala, Dewi Rekatawati, Rupakenca, dan Setatama. Semuanya menjadi saudara Abiyasa. Begawan Palasara pun meninggalkan kehidupan dan bertapa di Rahtawu, pegunungan Sapta Arga. Dewi Setyawati kemudian menikah dengan Prabu Sentanu.

Begawan Abiyasa mengikuti ayahnya yang bertapa di Rahtawu. Setelah kematian Citranggada dan Citrawirya anak-anak Dewi Setyawati dengan Prabu Sentanu, Dewi Setyawati meminta Begawan Abiyasa untuk memberikan keturunan. Atas permintaan ibunya, Begawan Abiyasa menikah dengan janda adik tirinya. Maka lahirlah Destarata yang buta dari Dewi Ambika dan Pandu yang tengleng dan bule dari Dewi Ambalika. Karena anaknya cacat, Dewi Satyawati memintanya untuk berketurunan lagi sehingga lahir Yamawidura dari dayang bernama Datri. Namun, Yamawidura pun cacat, yaitu kakinya timpang. Setelah anak2nya cukup dewasa, ia menyerahkan kepemimpinan kepada Pandu.

Setelah perang Baratayuda berakhir, Begawan Abiyasa berkeliling mengelilingin Padang Kuru Seta diiringi oleh seluruh keluarganya melihat bekas-bekas Baratayuda. Begawan Abiyasa merasa terharu ketika mengetahui tempat bekas Perang Baratayuda yang rusak, dan mengetahui banyak jiwa-jiwa yang belum sempurna. Maka Begawan Abiyasa memperbaiki tempat-tempat yang rusak dan memuja jiwa-jiwa yang belum sempurna sehingga menjadi sempurna. Saat diketahui bahwa Pendeta Durna belum sempurna jiwanya, maka Begawan Durna menyempurnakan jiwa Pendeta Durna, hal ini membuat terharu hati para Pendawa dan keluarga. Begawan Abiyasa berumur panjang sehingga bisa melihat cicitnya Parikesit lahir. Pada akhir hayatnya, ia moksa dengan dijemput kereta kencana dari kahyangan. Begawan Abiyasa adalah seorang begawan yang sangat sakti. Begawan Abiyasa juga dipercaya sebagai orang yang menulis riwayat keluarga Barata.

ANUGERAH DEWABRATA

Rombongan Dewabrata mendapat sambutan yang meriah dari rakyat Astinapura. Dewabrata telah mengharumkan nama Astinapura dengan memenangkan sayembara. Rakyat Astinapura begitu mengagumi kecantikan para putri boyongan dari Negara Kasi. Namun, mereka juga bertanya-tanya, mengapa hanya dua? Di mana yang satu?
Prabu Sentanu dan Dewi Setyawati menyambut kedatangan mereka dengan penuh sukacita. Tanpa sengaja Prabu Sentanu menanyakan tentang Dewi Amba kepada Dewabrata. Dewabrata hanya diam. Prabu Sentanu segera ingat bahwa Dewabrata telah berjanji untuk hidup wadat, maka dari itu Dewi Amba tidak diboyong. Prabu Sentanu segera minta maaf dan mengalihkan pembicaraan agar Dewabrata tidak sedih.
Pesta syukur yang diadakan untuk merayakan kemenangan dan kejayaan Astinapura serta merayakan pernikahan kedua putra raja berlangsung sangat meriah. Rakyat Astinapura dan raja-raja dari Negara sahabat yang hadir turut bahagia.
Setelah pesta usai, Dewabrata mengutarakan keinginannya untuk meninggalkan istana dan menjalani tapa ngrame sebagai resi dan tinggal di padepokan. Setelah mendengar penjelasan dari Dewabrata, akhirnya Prabu Sentanu percaya bahwa apa yang dilakukan Dewabrata baik adanya. Prabu Sentanu menghadiahkan Bumi Talkanda menjadi bumi perdikan untuk dibangun menjadi sebuah padepokan.
Dewabrata berangkat ke Bumi Talkanda dengan diikuti oleh Badranaya abdi yang setia. Prabu Sentanu dan Dewi Setyawati melepas kepergian Dewabrata dengan berat hati.
Keberadaan Dewabrata di Talkanda memberi rasa aman bagi warga di sekitarnya. Karena kesaktian Dewabrata semakin hari semakin banyak saja yang berguru kepada Dewabrata.
Mendapat kabar baik dari Talkanda, Prabu Sentanu turut bahagia. Ternyata darmabakti Dewabrata di Talkanda menjadi perpanjangan tangan kerajaan Astinapura dalam menciptakan ketentraman dan kesejahteraan rakyat. Pada saat tertentu di tengah kesibukannya, Dewabrata menghadap Prabu Sentanu dan Dewi Setyawati serta mengunjungi kedua adiknya.
Prabu Sentanu sadar bahwa dirinya semakin tua dan tak lama lagi akan meninggal. Suatu hari Prabu Sentanu memanggil Dewabrata dan menceritakan tentang ibunya. Ibu Dewabrata bernama Dewi Ganggawati. Dewi Ganggawati dihukum untuk turun ke bumi karena pada saat pisowanan agung bajunya tersibak tertiup angina. Hal itu mengganggu para dewa yang juga hadir dalam pisowanan agung tersebut. Sesampainya di bumi, Ganggawati bertemu dengan 8 wasu. Kedelapan wasu tersebut karena telah berbuat tidak sopan kepada sang guru sehingga mereka diusir. Untuk itu mereka memohon bantuan kepada Dewi Ganggawati. Karena kasihan, Dewi Ganggawati bersedia membantu mereka. Ganggawati akan melahirkan mereka kembali secara berurutan setelah ia mendapatkan suami. Para wasu gembira mendengar kata-kata Ganggawati dan berterima kasih padanya.
Ganggawati bertemu dengan Prabu Sentanu di sungai Gangga. Pada saat itu juga Prabu Sentanu melamarnya. Dewi Ganggawati menerimanya asal Prabu Sentanu tidak menanyakan asal usulnya dan tidak menegur perbuatannya. Prabu Sentanu menyanggupinya. Setelah menjadi sepasang suami istri, Prabu Sentanu melihat Ganggawati membuang bayi yang baru saja dilahirkannya. Setelah bayi yang kedelapan, Prabu Sentanu tidak tahan lagi. Saat bayi kesembilan digendong Ganggawati, Prabu Sentanu menghadangnya dan mencegahnya dengan nada tinggi. Ganggawati terkejut dan menjelaskan semuanya. Karena Prabu Sentanu telah mengingkari janji, Dewi Ganggawati meninggalkannya.
Prabu Sentanu meminta maaf kepada Dewabrata karena telah membuatnya terpisah dari ibunya dan kehilangan tahta kerajaan. Meskipun yakin bahwa ayahandanya tisak bersalah, Dewabrata memaafkannya.
Karena usianya yang semakin tua, Prabu Sentanu menghabiskan waktunya di pembaringan hingga akhirnya wafat. Seluruh rakyat Astinapura bersedih atas meninggalnya sang raja.
Setelah Prabu Sentanu meninggal, Citragada menjadi raja Astinapura. Seluruh rakyat Astinapura menjadi saksi penobatannya. Namun dengan Citragada menjadi raja, kerajaan Astinapura kian surut. Banyak kerajaan yang memberontak hingga akhirnya Citragada meninggal.
Karena Citragada belum mempunyai keturunan, maka Wicitrawitya yang menggantikan kakaknya menjadi raja. Sayang belum sempat ia membenahi keadaan Astinapura, ia sakit dan akhirnya wafat.
Dewi Setyawati hanya bias berkeluh kesah kepada Dewabrata. Dewabrata usul bagaimana jika Abiyasa, anak Dewi Setyawati dan Begawan Palasara, yang menjadi raja Astinapura.
Dewi Setyawati mengucapkan kata yang tulus dari hatinya. Dan ucapan tersebut menjadi kenyataan. Sang Hyang Narada turun menghampiri Dewabrata, ia diangkat menjadi Pandita Suci, mempunyai kemampuan yang hebat, diberi umur panjang, dan mempunyai gelar Resi Warabisma.
Dewi Setyawati pergi ke pertapaan Saptaarga tempat Abiyasa. Ia meminta izin kepada Begawan Palarasa untuk menjadikan Abiyasa sebagai raja. Abiyasa bersedia, dan menjadi raja.  

Photobucket