Asal usul
Menurut naskah
Pararaton, Ken Arok adalah putra
Dewa Brahma hasil berselingkuh dengan seorang wanita desa Pangkur bernama Ken Ndok. Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong.
Ken Arok tumbuh menjadi berandalan yang lihai mencuri & gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak hutang. Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan, seorang penjudi pula yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan.
Ken Arok tidak betah hidup menjadi anak angkat Genukbuntu, istri tua Bango Samparan. Ia kemudian bersahabat dengan Tita, anak kepala desa Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok yang ditakuti di seluruh kawasan
Kerajaan Kadiri.
Akhirnya, Ken Arok bertemu seorang
brahmana dari
India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah
Jawa mencari titisan
Wisnu. Dari ciri-ciri yang ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.
[sunting] Merebut Tumapel
Tumapel merupakan salah satu daerah bawahan
Kerajaan Kadiri. Yang menjadi
akuwu (setara
camat zaman sekarang)
Tumapel saat itu bernama
Tunggul Ametung. Atas bantuan Lohgawe, Ken Arok dapat diterima bekerja sebagai pengawal
Tunggul Ametung.
Ken Arok kemudian tertarik pada
Ken Dedes istri
Tunggul Ametung yang cantik. Apalagi Lohgawe juga meramalkan kalau
Ken Dedes akan menurunkan raja-raja tanah
Jawa. Hal itu semakin membuat Ken Arok berhasrat untuk merebut
Ken Dedes, meskipun tidak direstui Lohgawe.
Ken Arok membutuhkan sebilah keris ampuh untuk membunuh
Tunggul Ametung yang terkenal sakti. Bango Samparan pun memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama
Mpu Gandring dari desa Lulumbang (sekarang
Lumbang, Pasuruan), yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh.
Mpu Gandring sanggup membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Ken Arok tidak sabar. Lima bulan kemudian ia datang mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna itu direbut dan ditusukkan ke dada
Mpu Gandring sampai tewas. Dalam sekaratnya,
Mpu Gandring mengucapkan kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang, termasuk Ken Arok sendiri.
Kembali ke
Tumapel, Ken Arok menjalankan rencana liciknya. Mula-mula ia meminjamkan keris pusakanya pada Kebo Hijo, rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga memamerkan keris itu sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui, sehingga semua orang mengira bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo. Dengan demikian, siasat Ken Arok berhasil.
Malam berikutnya, Ken Arok mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu menyusup ke kamar tidur
Tunggul Ametung dan membunuh majikannya itu di atas ranjang.
Ken Dedes menjadi saksi pembunuhan suaminya. Namun hatinya luluh oleh rayuan Ken Arok. Lagi pula,
Ken Dedes menikah dengan
Tunggul Ametung dilandasi rasa keterpaksaan.
Pagi harinya, Kebo Hijo dihukum mati karena kerisnya ditemukan menancap pada mayat
Tunggul Ametung. Ken Arok lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai akuwu baru di
Tumapel dan menikahi
Ken Dedes. Tidak seorang pun yang berani menentang kepustusan itu.
Ken Dedes sendiri saat itu sedang mengandung anak
Tunggul Ametung.
[sunting] Mendirikan Kerajaan Tumapel
Pada tahun
1222 terjadi perselisihan antara
Kertajaya raja
Kadiri dengan para
brahmana. Para
brahmana itu memilih pindah ke
Tumapel meminta perlindungan Ken Arok yang kebetulan sedang mempersiapkan pemberontakan terhadap
Kadiri. Setelah mendapat dukungan mereka, Ken Arok pun menyatakan
Tumapel sebagai kerajaan merdeka yang lepas dari
Kadiri. Sebagai raja pertama ia bergelar
Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi
Kertajaya (dalam
Pararaton disebut Dhandhang Gendis) tidak takut menghadapi pemberontakan
Tumapel. Ia mengaku hanya dapat dikalahkan oleh
Bhatara Siwa. Mendengar sesumbar itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Siwa dan siap memerangi
Kertajaya.
Perang antara
Kadiri dan
Tumapel terjadi di dekat desa Ganter. Pihak
Kadiri kalah.
Kertajaya diberitakan naik ke alam
dewa, yang mungkin merupakan bahasa kiasan untuk mati.
[sunting] Keturunan Ken Arok
Ken Dedes telah melahirkan empat orang anak Ken Arok, yaitu
Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang,
Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki selir bernama
Ken Umang, yang telah memberinya empat orang anak pula, yaitu
Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi.
Selain itu,
Ken Dedes juga memiliki putra dari
Tunggul Ametung yang bernama
Anusapati.
[sunting] Kematian Ken Arok
Anusapati merasa heran pada sikap Ken Arok yang seolah menganaktirikan dirinya, padahal ia merasa sebagai putra tertua. Setelah mendesak ibunya (
Ken Dedes), akhirnya
Anusapati mengetahui kalau dirinya memang benar-benar anak tiri. Bahkan, ia juga mengetahui kalau ayah kandungnya bernama
Tunggul Ametung telah mati dibunuh Ken Arok.
Anusapati berhasil mendapatkan keris
Mpu Gandring yang selama ini disimpan
Ken Dedes. Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa Batil untuk membunuh Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat sedang makan sore hari.
Anusapati ganti membunuh pembantunya itu untuk menghilangkan jejak.
Peristiwa kematian Ken Arok dalam naskah
Pararaton terjadi pada tahun
1247.
[sunting] Versi Nagarakretagama
Nama Ken Arok ternyata tidak terdapat dalam
Nagarakretagama (
1365). Naskah tersebut hanya memberitakan bahwa pendiri
Kerajaan Tumapel merupakan
putra Bhatara Girinatha yang lahir tanpa ibu pada tahun
1182.
Pada tahun
1222 Sang Girinathaputra mengalahkan
Kertajaya raja
Kadiri. Ia kemudian menjadi raja pertama di
Tumapel bergelar
Sri Ranggah Rajasa. Ibu kota kerajaannya disebut Kutaraja (pada tahun
1254 diganti menjadi
Singasari oleh
Wisnuwardhana).
Sri Ranggah Rajasa meninggal dunia pada tahun
1227 (selisih 20 tahun dibandingkan berita dalam
Pararaton). Untuk memuliakan arwahnya didirikan
candi di Kagenengan, di mana ia dipuja sebagai
Siwa, dan di Usana, di mana ia dipuja sebagai
Buddha.
Kematian Sang Rajasa dalam
Nagarakretagama terkesan wajar tanpa pembunuhan. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah tersebut merupakan sastra pujian untuk keluarga besar
Hayam Wuruk, sehingga peristiwa pembunuhan terhadap leluhur raja-raja
Majapahit dianggap aib.
Adanya peristiwa pembunuhan terhadap Sang Rajasa dalam
Pararaton diperkuat oleh
prasasti Mula Malurung (
1255). Disebutkan dalam prasasti itu, nama pendiri
Kerajaan Tumapel adalah
Bhatara Siwa yang meninggal di atas takhta kencana. Berita dalam prasasti ini menunjukkan kalau kematian Sang Rajasa memang tidak sewajarnya.
[sunting] Keistimewaaan Ken Arok
Nama
Rajasa selain dijumpai dalam kedua naskah sastra di atas, juga dijumpai dalam prasasti Balawi yang dikeluarkan oleh
Raden Wijaya, pendiri
Majapahit tahun
1305. Dalam prasasti itu
Raden Wijaya mengaku sebagai anggota
Wangsa Rajasa.
Raden Wijaya adalah keturunan Ken Arok.
Nama Ken Arok memang hanya dijumpai dalam
Pararaton, sehingga diduga kuat merupakan ciptaan si pengarang sebagai nama asli Rajasa.
Arok diduga berasal dari kata
rok yang artinya "berkelahi". Tokoh Ken Arok memang dikisahkan nakal dan gemar berkelahi.
Pengarang
Pararaton sengaja menciptakan tokoh Ken Arok sebagai masa muda Sang Rajasa dengan penuh keistimewaan. Kasus yang sama terjadi pula pada
Babad Tanah Jawi di mana leluhur raja-raja
Kesultanan Mataram dikisahkan sebagai manusia-manusia pilihan yang penuh dengan keistimewaan. Ken Arok sendiri diberitakan sebagai putra
Brahma, titisan
Wisnu, serta penjelmaan
Siwa, sehingga seolah-olah kekuatan
Trimurti berkumpul dalam dirinya.
Terlepas dari benar atau tidaknya kisah Ken Arok, dapat ditarik kesimpulan kalau pendiri
Kerajaan Tumapel hanya seorang rakyat jelata, namun memiliki keberanian dan kecerdasan di atas rata-rata sehingga dapat mengantarkan dirinya sebagai pembangun suatu dinasti baru yang menggantikan dominasi keturunan
Airlangga dalam memerintah
pulau Jawa.