BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 20 Desember 2010

Surakarta Juga Menuntut menjadi Daerah Istimewa

Raja Kraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengatakan persoalan keinginan sebuah daerah ingin menjadi daerah istimewa, kewenangannya ada di pemerintah pusat. Begitu juga, kalau ada kehendak dari krabat Kraton Surakarta untuk membentuk Daerah Istimewa Surakarta, di bekas wilayah kerajaan tersebut, tuturnya.
''Saya tak bisa punya komentar (tentang keinginan itu), karena itu adalah urusan pemerintah pusat,'' kata Sultan Sabtu (19/12), saat ditemui usai menghadiri peringatan Dies Natalis ke-60 UGM di Kampus Bulaksumur, Sleman.
Berkaitan dengan daerah istimewa tersebut, kata Sultan lagi, semuanya menjadi urusan pemerintah pusat.''RUUK DI Yogyakarta (Rancangan Undang-undang Keistimewan) DIY juga urusan pemerintah pusat,'' katanya.
Bukankah kerabat Kraton Surakarta minta dukungan Sultan untuk rencana pembentukan DI Surakarta ini? Sultan menjawab sampai saat ini ia kembali mengatakan permasalahannya adalah urusan pemerintah pusat. Sultan juga mengaku ia belum mempelajari apakah secara historis, apakah krabat Kraton Surakarta berhak menuntut pembentukan DI Surakarta di bekas wilayah Kraton Surakarta.
''Enggak tahu saya, itu kan urusan pemerintah pusat,'' katanya.''RUUK DIY saja belum jadi. Jadi saya tak punya komentar. Jadi terserah pemerintah pusat saja apa keputusannya.''
Sultan sendiri mengaku ia belum tahu apakah sudah ada permintaan resmi dari kerabat Kraton Surakarta, agar Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta bersama-sama mengurus permasalahan keistimewaan daerah masing-masing. ''Wah itu, saya tak tahu,'' kata Sultan HB X, yang juga Gubernur Provinsi DI Yogyakarta.
Bukankah krabat Surakarta sudah resmi mengirim surat meminta dukungan Sultan. ''Enggak. (Saya) belum ketemu,'' jawabnya.
Sebelumnya, rencana krabat Kraton Surakarta akan mengurus kembali agar daerah bekas kerajaan itu bisa kembali menjadi daerah istimewa disampaikan GRAy Koesmoertiyah, salah satu putri almarhum Paku Buwono XII, raja di Kraton Surakarta.
Bahkan, kata Gusti Koes, untuk menggalang dukungan untuk pembentukan DI Surakarta, krabat Kraton Surakarta akan silaturahmi menemui Sultan Hamengku Buwono X dalam rangka meneguhkan keberadaan daerah istimewa.
''Kami akan sowan ke Sultan (Hemengku Buwono X),'' kata Gusti Moeng, saat berbicara pada diskusi tentang kemungkinan menghidupkan kembali Daerah Istimewa Surakara, Kamis lalu (16/12) di Pusat Studi Kawasan Pedesaan- UGM.Tentang sejarah bahwa DI Surakarta pernah ada, kata Gusti Moeng, tak dapat terbantahkan.
Ia bahkan mengatakan secara yuridis, daerah istimewa dijamin oleh konstitusi. (Jika dibentuk) DI Surakarta bukan seperti daerah pemekaran, tapi berada di wilayah eks Karasidengan Surakarta,'' kata Gusti Moeng.
Menurut dia, sebenarnya DI Surakarta sudah terbentuk sejak awal kemerdekan RI, tinggal membuat undang-undangnya.''Sejarahnya tak berbeda dengan pembentukan DI Yogyakarta,'' kata dia.
Ia mengatakan pementukan DI Surakarta dimulai dengan keluarnya maklumat dari Paku Buwono XII 1 September 1945, yang mengatakan Kraton Surakarta bergabung dengan NKRI dan menjadi daerah istimewa di dalam NKRI.
Dalam maklumat ini, PB XII mengatakan bahwa Negeri Surakarta yang bersifat kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia dan berdiri di belakang Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia.Disebutkannya juga bahwa hubungan Negeri Surakarta dengan Pemerintah Pusat bersifat langsung.
Selanjutnya, terhadap maklumat Paku Buwono XII itu, Presiden Soekarno pada 19 Agustus 1945 mengeluarkan piagam kedudukan kepada Paku Buwono XII.
Gusti Moeng juga menjelaskan sebelum maklumat itu keluar, pada sidang PPKI 19 Agustus 1945 telah membagi Indonesia terdiri atas delapan provinsi, Jabar, Jateng, Jatim, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Sunda Kecil dan dua Daerah Istimewa Surakarta dan Jogjakarta.
'Selain itu, katanya, keberadaan daerah istimewa ini juga disebukan dalam UUD 1948, baik sebelum UUD itu diamandemen (pasal 18), begitu juga setelah UUD ini diamandemen (pasal 18 huruf b). ''Jadi dasar hukumnya kuat dan tak mengada-ada,'' tuturnya.
Hanya saja perjalanan DI Surakarta dan DI Yogyakarta belakangan berbeda, karena di daerah Surakarta selanjutnya terjadi pergolakan politik.
Saat itu, kata dia, perkembangan DI Surakarta mengalami gangguan akibat gerakan oposisi kelompok kiri yang dimotori Tan Malaka, sehingga Surakarta dinyatakan dalam keadaan darurat.
Untuk menanggulangi kekecauan itu, PB XII lalu membuat perjanjian politik dengan pemerintah pusat, yang dilanjutkan dengan keluarnya PP No 16/SD tahun 1946.
Dalam PP itu ada janji bahwa untuk sementara kekuasaan DI Surakarta diserahkan kepada pemerintah pusat. Dan bila kekacauan sudah tertanggulangi, maka pemerintah pusat akan mengembalikan lagi kekuasaan itu kepada pemerintah DI Surakarta.
Begitulah, kata Gusti Moeng, sampai saat ini pemerintah pusat belum memenuhi janjinya itu, yakni mengembalikan status DI Surakarta, dengan sekaligus membuat undang-undang tentang Daerah Istimewa Surakarta. 
Usai berlangsung demo besar-besaran yang menuntut Keistimewaan Yogyakarta, kondisi telah berlangsung normal. Polemik Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta juga memicu Surakarta ingin menjadi Daerah Istimewa.

Puluhan demonstran yang mengenakan blangkon berunjuk rasa di Kawasan Wisata Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Spanduk merah putih bertuliskan "Amanat pasal 18 UUD 1945 Kembalikan Provinsi Daerah Istimewa Surakarta Sesuai Maklumat 1 September 1945" terbentang. Alunan lagu Jawa pun mengumandang, Selasa (14/12). 

Sementara, mengenai Keistimewaan Yogyakarta, dukungan masih muncul dari berbagai pihak, meski Sidang Paripurna DPRD Yogyakarta telah menghasilkan sikap politik [baca: DPRD DIY Setujui Mekanisme Penetapan Gubernur]. Namun sikap ini tak menjamin pemerintah akan mendengarkan. Pemerintah malah beranggapan, DPRD tak punya kewenangan mengubah pembahasan RUUK.

Para wakil rakyat di DPRD DIY kemarin menentukan sikapnya terkait mekanisme pemilihan gubernur DIY. Sebanyak enam fraksi menyetujui mekanisme penetapan Sri Sultan Hamengkubuwono X dan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY. Hanya Fraksi Partai Demokrat yang tidak menyatakan sikap.

Sikap yang sama ditunjukkan ratusan ribu masyarakat Yogyakarta yang kemarin turun ke jalan. Mereka menentang usulan pemerintah agar gubernur dan wakil gubernur DIY dipilih secara langsung. Sebagaian masyarakat lainnya mengibarkan bendera setengah tiang sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah [baca:Bendera Setengah Tiang Dikibarkan di Yogya].

Menurut menteri dalam negeri, DPRD tidak memiliki kewenangan untuk mengubah isi RUUK DIY. Mendagri juga menganggap aksi massa yogyakarta ini tidak mewakili masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan.


Photobucket

0 komentar: