BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 01 Juli 2011

Teenit :FLAVIA DE ANGELA


Judul : Flavia de Angela
Pengarang : Lea Agustina Citra

Tahun terbit: 2011

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Jumlah halaman: 232 hal.

Desain sampul: Ario Printokorano

PoV: Orang pertama pelaku utama dan pengamat



Jujur saja, sejak pertama kali membaca sinopsis back cover, novel ini cukup menarik perhatian saya. Hal itu dikarenakan sang pengarang, Lea Agustina Citra (yang memiliki background Psikologi; another one after Debbie, pengarang Honey Money) mengambil tema "malaikat yang turun ke bumi" sebagai tema keseluruhan cerita, yang secara otomatis membuat karakter utamanya menjadi malaikat. Tema yang bagus untuk sebuah cerita fantasi, tetapi apakah akan bekerja untuk teenlit? Mari kita lihat....



Sinopsis

Cerita pada Flavia de Angela berpusat pada seorang angela (sebutan bagi malaikat berjenis kelamin perempuan) bernama Flavia, yang sedang berkutat dengan tugas skripsinya dalam rangka menyelesaikan studinya dan memperoleh gelar Sarjana Malaikat (yang sebenarnya menggelitik saya—apakah tidak ada pembedaan antara lulusan Psikologi dan, katakanlah, Seni? Tapi ah, sudahlah, toh di luar negeri gelar sarjana cuma ada B.A. saja). Untuk menyelesaikan hal itu, ia harus mengamati subjek manusia bernama Sabrina melalui sebuah monitor khusus dan membuat sebuah skripsi mengenai perilaku Sabrina. Menyadari bahwa skripsinya tidak akan segera rampung, ia meminta izin untuk mempergunakan monitor lebih lama, tetapi tanpa ia sangka, ia justru ditawari untuk turun langsung ke dunia manusia. Namun, sebuah kecelakaan membuat rupa fisiknya berubah, dari seorang malaikat jelita menjadi gadis perempuan buruk rupa. Karena sudah terlanjur berubah—ditambah lagi ia hanya memiliki satu bulan—ia dengan nekat turun ke dunia manusia. Namun, kehidupan di dunia manusia ternyata lebih buruk dari yang ia duga. Penampilan fisiknya yang jelek membuat dirinya dicemooh dan dijauhi Sabrina, cewek yang seharusnya menjadi subjek skripsinya. Seakan itu belum cukup buruk, Ares, seorang angelo (kali ini, berjenis kelamin laki-laki) turut turun ke dunia secara ilegal, yang membuat terancam hukuman berat—itu kalau ia selamat dari ancaman diablo (setan). Flavia pun menjadi bimbang. Apakah ia harus membantu Ares agar keberadaannya tidak dikesan oleh para diablo? Tapi bagaimana dengan skripsinya? Temukan jawabannya dalam buku ini.




Karakter

Flavia (Flavia de Angela). Angela berusia sembilan belas tahun yang digambarkan memiliki wajah cantik ini sedang berada dalam kekalutan karena harus menyelesaikan tugas skripsinya secepat mungkin. Flavia sendiri terobsesi pada dunia manusia; ia mengambil tema skripsi mengenai perilaku manusia yang dianggap sulit dan bahkan merasa senang saat diizinkan pergi ke dunia manusia. Ada dua hal yang Flavia sukai: warna ungu dan seorang angelo bernama Nachesto de Angelo, meski pada akhirnya, ia memutuskan untuk melepas cowok itu karena suatu alasan. Flavia sempat merasa frustrasi saat dirinya salah meminum obat dan berubah menjadi cewek berfisik buruk rupa, tetapi ia dengan cepat mengompensasi hal itu. Kini, ia harus bekerja keras di dunia untuk mengamati subjek skripsinya sebelum batas waktunya selama sebulan habis!

Ares/Rafael (Ares de Angelo). Angelo kaya yang entah mengapa suka sekali menjaili Flavia. Seperti halnya Flavia, Ares juga tengah bekerja dengan skripsinya, hanya saja ia tidak sekalut Flavia. Ares turun ke Bumi secara ilegal untuk menuntaskan sebuah urusan, tetapi hal itu secara otomatis membuat dirinya rentan terhadap diablo karena ia tidak berada di bawah pengawasan Menara Langit. Flavia yang sudah berubah wujud pun pontang-panting berusaha menyelamatkannya. Tidak jelas apakah Ares sebenarnya menyukai Flavia, tetapi melihat dari beberapa adegan, sepertinya itu merupakan hal yang mungkin.

Sabrina (Sabrina Dharmawangsa). Cewek yang bersekolah di SMA Kasih Bangsa ini memiliki perangai yang sok, menyebalkan, dan mau menangnya sendiri—tipikal karakter jahat dan judes di dalam novel. Ia merupakan pemimpin sebuah geng cewek populer bernama Purple Zone yang kegiatannya menzalimi orang-orang yang dianggap perlu dizalimi. Sabrina sendiri memiliki otak yang cukup encer sehingga sering menjuarai berbagai lomba—alasan satu-satunya pihak sekolah tak pernah mengeluarkannya. Ia sudah kurang menyukai Flavia sejak bertemu pertama kali, dan ketika Flavia datang dan mengalahkannya dalam sebuah pelajaran, ia jadi semakin menjauhinya.

Rino. Sahabat Sabrina sejak masih kecil. Rino adalah satu-satunya teman akran Flavia di dunia manusia, dan ia banyak berperan dalam membimbing Flavia mengatasi kebingungannya. Cowok ini sendiri sendiri sebenarnya memndam perasaan suka kepada Sabrina, tetapi ia tidak pernah mengungkapkannya.

Agung, Sari, dan Adyt Wardhiman. Keluarga malaikat yang menjadi host Flavia selama di dunia. Mereka terpaksa harus tinggal di dunia karena ketika kecil, Adyt tak sengaja menelan ramuan pengubah menjadi manusia, dan ia tidak bisa kembali seperti semula. Keluarga Wardhiman sendiri merahasiakan dunia malaikat dari Adyt karena mereka ingin Adyt tumbuh sebagai manusia biasa. Adyt kini sudah berusia 20 tahun, tengah mengerjakan skripsi, dan tidak menaruh curiga kalau Flavia adalah seorang angela.

Nachesto de Angelo. Angelo yang ditaksir Flavia sejak SMA. Perasaan Flavia terhadap Nachesto bertahan hingga kini, sampai sebuah kejadian kecil meruntuhkan image Nachesto di depan Flavia. Nachesto sendiri tidak memiliki peran yang besar dalam cerita.

Keyala dan Daletha. Dua sahabat Flavia yang memiliki hobi sama: gemar berbelanja dan jalan-jalan. Termasuk yang paling heboh saat tahu Flavia harus pergi ke dunia manusia.




Pembahasan

Brillante—itu merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan keseluruhan cerita ini.Dari aspek temanya, saya menyaluti pengarang karena menggabungkan dua genre secara berimbang: teenlit dan fantasi (kita akan bahas lebih lanjut nanti). Namun, yang paling mengagumnkan adalah dia dapat menggabungkan dua pangsa pasar yang berbeda: anak kuliahan (dengan adegan skripsinya) dan anak SMA (dengan adegan observasi Flavia di Bumi). En salute, hehe. Kemudian, mari kita bahas lebih lanjut....

Karena ada dua genre di sini, maka pertama saya akan menyoroti genre pertama: fantasi. Seperti yang kita tahu, salah satu aturan dasar cerita fantasi adalah “masukkan nama yang asing bagi dunia buatanmu, tapi jangan dicetak miring”. Sang pengarang sudah sangat baik dalam mengikuti aturan itu, yang terlihat dari betapa ia membuat sebuah universe dengan beberapa kota dan daerah, dan memberikan fungsi tersendiri bagi masing-masing daerah , seperti Centro de Nube untuk tempat hiburan, University de Cielo untuk pusat ilmu sains, dan University de Lluvia untuk pusat ilmu eknonomi dan politik. Dengan kata lain, deskripsi kotanya detail dan kreatif, dan bagaimana pengarang membangun berbagai lokasi itu (dan menamainya, tentu saja) juga oke. Citra juga cukup berhasil melakukan conlang (construction language—istilah dalam dunia fantasi untuk membuat bahasa), meski hanya terbatas untuk memberikan label pada beberapa benda, dan alih-alih membuatnya, ia juga hanya meminjam bahasa yang sudah ada (Spanyol). Namun, karena ini bukan fantasi murni, jadi saya bisa memahaminya. Justru yang ia lakukan ini cukup menarik, karena dapat membuat pembacanya sedikit banyak mengetahui bahasa Spanyol. Sistem-sistem (budaya) yang dibuat di Paraiso, seperti anggapan bahwa turun ke Bumi adalah sesuatu hal yang mengerikan, dan beberapa birokrasi yang ada di sana juga mengukuhkan tema fantasi yang pengarang ini coba bangun.

Cukup mengenai aspek fantasinya—mari berharap tim Fikfanindo mengulas bagian ini. Kini saatnya masuk ke aspek teenlit-nya. Aspek teenlit ini juga harus saya bagi dua, yakni bagian anak kuliahan dan bagian anak SMA (seriously, novel ini benar-benar berjenjang!). Ketika menggunakan sudut pandang mahasiswi, Citra menggambarkan konflik Flavea dengan apik. Menggunakan tema skripsi yang memang menjadi “momok” bagi sebagian besar mahasiswa, Citra dapat dikatakan lumayan berhasil apabila ia hendak menarik segmen anak kuliahan. Lebih dari itu, ia sepertinya mencoba membuat konstruksi berpikir bahwa “skripsi itu, meskipun menjengkelkan, tetapi menyenangkan”, yang tampak pada antusiasme Flavia menjalankan tugas skripsinya pada bab 5. Bab 5 ini sendiri—ditambah dengan Bab 6—juga termasuk salah satu bab yang saya puji, karena pada bab inilah transisi dari dunia fantasi (dan dunia mahasiswa) ke dunia nyata (dan dunia SMA) terjadi. Dan yang saya saluti adalah, transisi ini dilakukan dengan mulus; di mana kejadian-kejadian pendahulunya tampak alami. Nice.

Kemudian, saya hendak mengomentari konflik yang saya rasa menjadi salah satu konflik utama cerita ini: saat Flavia berubah wujud menjadi buruk rupa. Alasan mengapa hal itu dapat terjadi digambarkan dengan baik, dan adegan saat Ares tiba-tiba muncul (hal. 73) dapat dipergunakan dengan baik pada bagian lain buku ini (hal. 163). Foreshading yang lumayan. Konflik ini sendiri—yang awalnya berupa konflik tambahan—dapat dengan lihai Citra ubah menjadi “konflik dasar”, sehingga dapat dipakai di bab-bab berikutnya. Cerdas.

Baik, sekarang saya akan mulai mengenai aspek teenlit SMA. It’s time to get serious.

Jika saya ditanya bagian apa yang paling menonjol dari keseluruhan cerita, maka saya tidak akan ragu lagi menjawab: konsistensi karakter. Logika bahwa seorang malaikat yang turun dari Kahyangan ke Bumi akan mengalami banyak keterkejutan dan disonansi kognitif, terakomodasi dengan baik, dan shock itu dipertahankan dengan baik sepanjang cerita. Bab 8 dan 9 merupakan “pusat” dari keterkejutan yang dialami Flavia, dan seiring dengan waktu, tampak bahwa ia dapat menerima berbagai konsep yang baru baginya (tapi sudah jamak di dunia manusia) secara konsisten. Merupakan hal yang kreatif untuk mengangkat sesuatu yang tampaknya biasa menjadi tidak biasa. Bagaimana Adyt digambarkan tidak mengetahui bahwa Flavia adalah angela juga dipertahankan dengan baik. Begitu pula ketika Ares tidak memercayai bahwa Flavia adalah Flavia dikarenakan bentuk fisiknya yang berubah, perilakunya dideskripsikan dengan konsisten seiring waktu.

Kemudian, alur dan konflik. Meskipun banyak konflik yang terjadi selama di dunia manusia, pengarang dengan lihai selalu “mengingatkan” pembaca bahwa konflik utama di cerita ini adalah skripsi Flavia. Cukup rumit juga melakukannya mengingat banyak kejadian yang terjadi di sini, karena ketika sebuah konflik baru tercipta, umumnya alur akan menyeret konflik lama menjauh; masih untung apabila konflik lama itu tidak tenggelam. Nice, saya memuji alur yang tertata begini. Kemudian, konflik-konflik yang muncul di dunia manusia bersanding apik dengan konflik Flavia sebagai angela. Semisal bab 13-14, di mana Flavia berusaha memperingatkan Ares, tetapi karena bentuk fisiknya berubah, Ares tidak mempercayainya (konflik sebagai angela), tetapi Rino memperolok Flavia karena ia mengira Flavia hendak mendekati Ares—atau Rafael, ketika ia di Bumi (konflik sebagai manusia). Di satu sisi, Citra mempertahankan identitas malaikat milik Flavia, tetapi di sisi lain, ia membuat lingkungan mengancam identitas tersebut. Good job there.

Kemudian, penyertaan pengetahuan umum. Beberapa pengarang memang menyertakan pengetahuan umum dalam novelnya, dan menurut saya itu pribadi, itu merupakan suatu langkah yang bagus. Citra juga mengikuti langkah yang sama. Pengetahuan umum yang ia masukkan cukup menarik (terutama kutipan Bunda Teresa pada halaman 146), tetapi sayangnya, ia menjejalkan hal itu pada Bab 11. Akibatnya, pembaca (terutama saya) serasa direcoki oleh berbagai fakta, yang sebenarnya kurang relevan dengan perkembangan cerita. Tapi tak mengapa, karena transfer pengetahuan itu sendiri sebenarnya merupakan hal positif. Cuma mungkin jangan terlalu bertubi-tubi (sebagai pembanding, silakan baca Let Go karangan Windhy Puspitadewi).

Selain itu, ada beberapa hal lain lagi yang hendak saya kritisi. Kemunculan Tatyana yang disembunyikan dengan baik lewat cliffhanger pada halaman 54 ternyata tidak memberikan dampak sebesar yang saya harapkan. Selain itu, pada Bab 16, tiba-tiba Sabrina diceritakan hendak bunuh diri, padahal sebelumnya, tidak ada kejadian pendahulu yang menjelaskan hal itu. Sabrina dikisahkan tiba-tiba meracau tentang suatu hal yang membuatnya tertekan (sengaja saya rahasiakan untuk menghindari spoiler). Baik, mungkin pengarang hendak memasukkan teori represi dari Psikoanalisis (seperti halnya yang tampak pula pada halaman 225), tetapi sepertinya ia tidak mengeksekusinya dengan baik. Tambahan lagi, entah mengapa sudut pandang cerita sempat beralih menjadi orang ketiga pada halaman berikutnya. Bab 17 yang tentang perang dengan diablo juga sepertinya kurang matang, tapi ntunglah hal itu dapat dikompensasi dengan cooling down pada saat yang tepat dan pemberian amanat yang jitu pada Bab 18.




Penilaian? Karakter malaikat dan universe fantasi yang ada di dalam novel ini membuatnya unik, dan hal itu diperkuat dengan sisi jamak mahasiswa-siswa SMA yang disuguhkan novel ini. Perjalanan alurnya cukup halus, begitu pula bahasa yang digunakan. Apabila kamu menyukai cerita bertemakan malaikat, fantasi, dunia skripsi, dan juga cross-universe, maka kamu dapat mencoba membaca novel ini!

0 komentar: